Kewajiban Plasma 20% oleh Perusahaan Perkebunan: Hak Masyarakat dan Dasar Hukumnya

Table of Contents
Gambar:Perkebunan sawit/pixabay.com

Ketika sebuah perusahaan membuka usaha perkebunan di suatu daerah, terutama di wilayah pedesaan, keberadaannya tentu membawa dampak besar bagi lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan aturan bahwa setiap perusahaan perkebunan wajib menyediakan kebun kemitraan (plasma) minimal 20% dari total lahan yang mereka kelola. Lalu, bagaimana sebenarnya ketentuan ini berjalan? Siapa yang berhak mendapatkan plasma? Dan apa dasar hukumnya?

Apa Itu Perkebunan Plasma?

Perkebunan plasma adalah sistem kemitraan antara perusahaan inti (pemilik kebun besar) dengan masyarakat sekitar, di mana sebagian lahan perusahaan (minimal 20%) digunakan untuk kepentingan ekonomi masyarakat lokal. Masyarakat yang tergabung dalam program plasma akan memperoleh hasil panen atau keuntungan dari lahan tersebut, meskipun pengelolaannya bisa tetap di bawah perusahaan inti.

Dasar Hukum Kewajiban Plasma 20%

Kewajiban ini tidak hanya sekadar janji sosial perusahaan, melainkan diatur dalam peraturan resmi pemerintah. Beberapa regulasi yang mendasari kebijakan ini antara lain:

1. Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013

Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

  • Pasal 11 ayat (2) menyebutkan:

"Perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan dengan luas lebih dari 25 hektar, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma) paling sedikit 20% dari total luas areal yang diusahakan."

2. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2021

Tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.

  • Aturan ini memperkuat amanat dari Permentan No. 98/2013, dan memberi sanksi administratif hingga pencabutan izin bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kemitraan plasma dengan masyarakat sekitar.

Siapa yang Berhak Mendapat Plasma?

Program plasma umumnya ditujukan kepada masyarakat lokal yang tinggal di sekitar wilayah usaha perkebunan. Beberapa kriteria penerima plasma meliputi:

  • Merupakan penduduk tetap (terdaftar dalam KK) di desa sekitar kebun

  • Tidak memiliki kebun plasma lain

  • Bersedia mengikuti mekanisme kelembagaan petani, seperti koperasi atau kelompok tani

  • Aktif dalam kegiatan sosial atau ekonomi desa

Apakah Plasma Diberikan Per Orang atau Per KK?

Pembagian lahan plasma biasanya dihitung per Kepala Keluarga (KK). Hal ini bertujuan agar pembagian manfaat bisa merata secara keluarga, bukan hanya perorangan. Misalnya, jika satu desa memiliki 2.000 KK, maka lahan plasma akan dibagi sesuai perjanjian dan kemampuan lahan, dengan sistem pembagian yang disepakati bersama (bisa 1-2 ha per KK, atau dibagi bagi hasil jika luas tidak mencukupi).

Siapa yang Mengelola Kebun Plasma?

Meskipun lahan plasma ditujukan untuk masyarakat, pengelolaannya sering kali masih dilakukan oleh perusahaan inti. Hal ini biasanya terjadi karena:

  • Perusahaan memiliki tenaga ahli dan alat berat

  • Tujuan efisiensi dan keseragaman produksi

  • Masyarakat belum memiliki kemampuan teknis pengelolaan sendiri

Namun demikian, sistem pengelolaan ini disertai dengan pembagian hasil (profit sharing), di mana masyarakat akan mendapatkan pendapatan tetap atau berdasarkan hasil panen setiap bulan.

Apakah Masyarakat Dikenai Biaya oleh Perusahaan?

Dalam praktiknya, perusahaan inti memang bisa memotong sebagian pendapatan masyarakat plasma sebagai:

  • Biaya operasional

  • Cicilan pembangunan kebun (misalnya pembukaan lahan dan penanaman awal)

  • Biaya manajemen

Namun, besaran biaya ini harus transparan dan disepakati bersama di awal melalui perjanjian hitam di atas putih. Pemerintah daerah wajib mengawasi agar tidak terjadi eksploitasi atau pemotongan berlebihan.

Berapa Penghasilan Petani Plasma?

Pendapatan petani plasma bervariasi tergantung pada jenis komoditas, harga pasar, dan sistem bagi hasil. Sebagai gambaran:

  • Untuk komoditas sawit, mitra plasma bisa memperoleh penghasilan antara Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta per bulan per hektar, setelah dipotong biaya operasional.

  • Jika petani memiliki 2 ha plasma, maka bisa menerima Rp 3-6 juta per bulan.

Namun, jumlah ini bisa lebih kecil jika perusahaan belum transparan, atau jika hasil panen tidak optimal.

Apa yang Terjadi Jika Plasma Tidak Diberikan?

Jika sebuah perusahaan telah beroperasi bertahun-tahun namun belum menyediakan plasma kepada masyarakat, maka perusahaan tersebut bisa dianggap melanggar aturan. Masyarakat bisa:

  • Melapor ke Dinas Perkebunan Kabupaten/Provinsi

  • Mengajukan protes atau audiensi secara resmi

  • Meminta pendampingan dari LSM, aktivis lingkungan, atau Ombudsman

  • Melakukan aksi damai atau unjuk rasa

Baca juga:warga tak dapat kebun-plasma 20 % ini Cara Melaporkan Perusahaan Perkebunan yang Lalai! 

Kesimpulan

Kebijakan plasma 20% adalah bentuk keadilan sosial yang wajib dijalankan oleh perusahaan perkebunan. Dengan adanya aturan ini, diharapkan masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton di tanah sendiri, tetapi turut merasakan manfaat ekonomi dari keberadaan industri besar.

Jika Anda atau desa Anda merasa belum mendapatkan hak plasma, maka sudah saatnya untuk bersuara dan menuntut hak yang telah dijamin oleh undang-undang.

Posting Komentar