Memahami Alur Dana dan Pajak: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Pembangunan Daerah?

![]() |
Sumber foto:Pixabay.com |
Banyak masyarakat bertanya-tanya: kalau ada desa atau wilayah yang miskin dan tidak tersentuh pembangunan, siapa yang harus disalahkan—gubernur atau bupati/walikota? Pertanyaan ini kerap muncul karena sistem keuangan daerah di Indonesia memang cukup kompleks. Agar tidak salah paham, mari kita kupas tuntas bagaimana dana dari pusat mengalir ke daerah, bagaimana pajak dikelola, dan siapa yang sebenarnya memegang kewenangan pembangunan.
Transfer Dana dari Pusat ke Daerah
Setiap tahun, pemerintah pusat menyalurkan anggaran dalam bentuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Ada beberapa jenis dana yang ditransfer:
-
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana untuk kebutuhan umum daerah.-
Bisa diberikan langsung ke provinsi.
-
Bisa juga langsung ke kabupaten/kota tanpa lewat provinsi.
-
-
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana yang ditujukan untuk program tertentu, misalnya infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. -
Dana Bagi Hasil (DBH)
Hasil penerimaan negara dari pajak atau sumber daya alam yang dibagi ke daerah. -
Dana Desa
Langsung dari pusat ke rekening desa, digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Artinya, tidak semua dana harus melewati provinsi. Ada dana yang langsung masuk ke kabupaten/kota atau bahkan langsung ke desa.
Dana dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
APBD provinsi terutama bersumber dari:
-
Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi, seperti pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, dan pajak bahan bakar.
-
Dana transfer dari pusat yang khusus untuk provinsi.
Sebagian PAD provinsi, khususnya dari pajak kendaraan bermotor dan bahan bakar, memang dibagi lagi ke kabupaten/kota. Misalnya, hasil pajak kendaraan bermotor di Provinsi Jawa Tengah bisa mencapai triliunan rupiah. Dari jumlah tersebut, 30% untuk provinsi dan 70% dibagikan ke kabupaten/kota sesuai kontribusi penerimaan di wilayah masing-masing.
Sedangkan APBD kabupaten/kota bersumber dari:
-
Pendapatan Asli Daerah kabupaten/kota (misalnya retribusi pasar, pajak hotel, restoran, reklame).
-
PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).
-
Dana transfer dari pusat (DAU, DAK, DBH).
-
Bagi hasil pajak provinsi (misalnya PKB).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB terbagi menjadi dua jenis:
-
PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
Sejak 2013, PBB-P2 menjadi pajak daerah kabupaten/kota. Jadi jika Anda membayar PBB rumah atau tanah setiap tahun, uang itu masuk ke kas kabupaten/kota tempat objek pajak berada, bukan provinsi. -
PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (PBB-P3)
Masih dikelola pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak. Hasilnya dibagi ke provinsi dan kabupaten/kota melalui Dana Bagi Hasil.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Berbeda dengan PBB, pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan pajak provinsi. Semua pembayaran PKB di Samsat masuk ke kas provinsi. Namun, provinsi tidak memonopoli semua pendapatan ini. Sesuai aturan, 70% dari hasil PKB dibagikan ke kabupaten/kota sesuai wilayah asal penerimaan, sedangkan 30% sisanya tetap di provinsi.
Dengan mekanisme ini, meski masyarakat desa membayar PKB, kabupaten/kota mereka tetap mendapat bagian sesuai kontribusi.
Siapa yang Bertanggung Jawab Jika Desa Miskin?
Untuk menjawab siapa yang salah jika ada desa yang miskin dan tidak tersentuh pembangunan, kita harus melihat pembagian kewenangan:
-
Gubernur (provinsi) → menangani urusan yang berskala provinsi atau lintas kabupaten/kota, seperti jalan provinsi, SMA/SMK, rumah sakit provinsi.
-
Bupati/Walikota (kabupaten/kota) → mengurus pembangunan lokal, seperti jalan desa, SD/SMP, puskesmas, pasar rakyat.
-
Kepala Desa → mengelola Dana Desa untuk membangun infrastruktur kecil dan pemberdayaan masyarakat.
Artinya, kalau masalahnya jalan desa rusak, sekolah dasar jelek, atau puskesmas tidak memadai, maka bupati/walikota lebih bertanggung jawab. Tapi kalau yang bermasalah adalah jalan provinsi atau SMA, maka gubernur yang lebih tepat dipertanyakan. Sedangkan jika Dana Desa tidak digunakan baik, maka kepala desa juga ikut disalahkan.
Apakah Kantor Gubernur dan Walikota Harus Berbeda Wilayah?
Tidak perlu. Kantor gubernur biasanya memang berada di ibu kota provinsi, yang pada saat bersamaan juga memiliki walikota. Contohnya, Kantor Gubernur Jawa Tengah berada di Kota Semarang, sementara Kota Semarang sendiri dipimpin oleh walikota.
Keduanya bisa sekota, tetapi urusan mereka berbeda:
-
Jalan provinsi di Semarang → tanggung jawab gubernur.
-
Jalan kota di Semarang → tanggung jawab walikota.
Jadi, meskipun berada di wilayah yang sama, kewenangan gubernur dan walikota tetap jelas dipisahkan oleh undang-undang.
Kesimpulan
Alur dana dan pajak di Indonesia memang rumit, tetapi jelas ada aturan pembagiannya.
-
PBB rumah/tanah → kas kabupaten/kota.
-
PKB kendaraan → kas provinsi, tapi 70% dibagi ke kabupaten/kota.
-
Dana Desa → langsung dari pusat ke desa.
-
Pembangunan → gubernur mengurus provinsi, bupati/walikota mengurus kabupaten/kota, kepala desa mengurus desa.
Dengan pemahaman ini, kita jadi tahu bahwa jika ada desa yang miskin, tidak otomatis gubernur yang salah. Bisa jadi tanggung jawab bupati/walikota, kepala desa, atau bahkan pemerintah pusat yang alokasinya kurang.
Posting Komentar