Apakah Indonesia Bisa Meniru Sistem Agraria Tiongkok? Peluang, Tantangan, dan Dampaknya bagi Rakyat

Table of Contents


Kesenjangan penguasaan lahan di Indonesia masih menjadi masalah serius. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tanah subur dan strategis dikuasai oleh segelintir orang, sementara jutaan rakyat kesulitan memiliki sebidang tanah untuk rumah atau bertani. Kondisi ini memicu pertanyaan besar: Bisakah Indonesia meniru sistem agraria Tiongkok, di mana tanah dikuasai negara dan dibagikan secara merata kepada rakyat sebagai hak pakai?

🇨🇳 Gambaran Sistem Agraria di Tiongkok

Tiongkok menerapkan sistem agraria yang berbasis pada kepemilikan negara dan kolektif. Semua tanah dibagi menjadi dua jenis utama:

  • Tanah Negara (State-Owned Land): Umumnya berada di kota, digunakan untuk pembangunan perumahan, industri, dan fasilitas umum.

  • Tanah Kolektif (Collectively-Owned Land): Umumnya di desa, digunakan untuk pertanian dan pemukiman desa.

Rakyat tidak memiliki tanah secara mutlak, melainkan hanya hak pakai jangka panjang. Misalnya:

  • Hak pakai perumahan (70 tahun)

  • Hak guna usaha pertanian (30 tahun, bisa diperpanjang)

  • Satu keluarga desa biasanya mendapat 200–300 m² lahan rumah, dan 0,2–0,5 ha lahan pertanian

Mekanisme ini membatasi penumpukan tanah oleh elite dan menjamin setiap keluarga punya tanah rumah dan sumber penghidupan.

🇮🇩 Bagaimana dengan Indonesia?

Di Indonesia, sistem agraria mengacu pada UUPA No. 5 Tahun 1960, dengan prinsip:

"Bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat."

Namun dalam praktiknya:

  • Kepemilikan tanah bersifat individual dan bisa diperjualbelikan.

  • Orang kaya dan perusahaan besar dapat membeli dan menguasai ribuan hektar.

  • Rakyat miskin kesulitan membeli tanah karena harga tinggi dan spekulasi pasar.

💡 Peluang Menerapkan Sistem Agraria ala Tiongkok di Indonesia

1. Mewujudkan Pemerataan Ekonomi

Dengan menghapus sistem kepemilikan pribadi dan menggantinya dengan hak pakai, negara bisa:

  • Menjamin setiap keluarga punya lahan rumah

  • Membagi lahan pertanian untuk petani kecil

  • Mencegah penumpukan aset lahan oleh elite

2. Menekan Mafia Tanah dan Spekulan

Ketika tanah tak lagi bisa diperjualbelikan secara bebas, maka praktik:

  • Jual-beli tanah bodong

  • Sertifikat ganda

  • Penggusuran rakyat kecil
    akan berkurang drastis.

3. Mendukung Reforma Agraria

Prinsip ini sejalan dengan semangat reforma agraria nasional, yakni redistribusi tanah dan legalisasi lahan rakyat.

⚠️ Tantangan Berat yang Akan Dihadapi

1. Penolakan dari Pemilik Tanah Luas

Para elite ekonomi, konglomerat, dan pengusaha properti jelas akan menolak. Mereka:

  • Sudah menguasai ribuan hektar

  • Menjadikan tanah sebagai aset investasi

  • Berpengaruh secara politik dan hukum

2. Hambatan Politik

Perubahan besar seperti ini membutuhkan:

  • Revisi konstitusi dan UUPA

  • Keberanian pemerintah dan DPR

  • Dukungan politik luas dari rakyat dan partai

Tanpa kekuatan politik yang kuat, perubahan ini bisa diblok oleh pihak-pihak berkepentingan.

3. Persoalan Hukum dan Kompensasi

Jika tanah pribadi diubah menjadi hak pakai:

  • Haruskah pemilik diberi kompensasi?

  • Bagaimana dengan tanah warisan, hibah, atau hasil jual beli sah?

Ini bisa memicu gelombang gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan kericuhan hukum yang berkepanjangan.

🏡 Simulasi Jika Sistem Ini Diterapkan di Indonesia

AspekSistem SekarangSistem Tiongkok
KepemilikanHak milik pribadiHak pakai dari negara
Tanah rumahBisa dibeli, diwariskan, dijualDiberi negara/dusun, tidak dijual
Lahan pertanianBisa dimiliki luas oleh perseoranganMaksimum per keluarga (0,5–2 ha), selebihnya sewa
Kepemilikan oleh orang kayaBebas membeliDibatasi, hanya sewa dari negara
Mafia tanahSering terjadiSulit, karena tanah tidak bisa diperjualbelikan

Manfaat Besar Bagi Rakyat Kecil

Jika sistem agraria seperti Tiongkok diterapkan, maka:

  • Tidak ada lagi keluarga miskin yang tidak punya rumah

  • Petani kecil bisa bertani di lahan sendiri (hak pakai)

  • Harga tanah tidak liar, karena tidak ada spekulasi pasar

  • Rakyat merasa aman secara ekonomi karena punya dasar tempat tinggal dan usaha

✍️ Kesimpulan

Menerapkan sistem agraria seperti di Tiongkok di Indonesia bukan hal yang mustahil, tapi akan menghadapi resistensi sangat besar dari pihak yang sudah diuntungkan oleh sistem sekarang. Dibutuhkan:

  • Kekuatan politik yang tegas

  • Dukungan rakyat yang masif

  • Reformasi hukum dan administrasi agraria

Jika berhasil, sistem ini bisa menjadi langkah monumental untuk menciptakan keadilan sosial dan ekonomi yang sesungguhnya di Indonesia.

Posting Komentar